Posts from the ‘salika-salika’ Category

Hari Ke-178

Setiap nabi berkata keikhlasan

kepada umatnya,

“Aku tidak meminta imbalan atas tugasku,”

Allah yang membeli:

Allah menunjukku bertindak sebagai pialang

bagi kedua belah pihak,”

(II, 573-4)

Hari ke-171

Dia ada pada orang yang wajahnya
mendapat senyuman manis sang Kekasih,
apa yang merugikannya
dari pandangan kecut orang lain?
(II, 414)

Hari ke-170

Kalau Aku membuat orang menangis,

karunia-Ku segera datang:

dengan air mata orang akan meneguk karunia-Ku.

Kalau Aku tak ingin memberi,

Aku tidak akan menunjukkannya karunia yang dia harapkan;

tapi bila Kuikat hatinya dengan kesedihan;

Aku akan membukanya dengan senang hati.

Rahmat-Ku tergantung pada kesungguhannyaa dia menangis;

kalau dia menangis, gelombang akan melimpah

dari laut kasih sayang-Ku.

(II, 375)

sumber gambar: http://www.luniaz87.wordpress.com/

Hari ke-138

Ketahuilah cermin hati tiada batas.

Dengan pemahaman lalu jad pendiam,

atau akan membawa orang jadi sesat,

sebab hati adalah bersama Tuhan,

atau hati memang itulah Dia.

(I, 348891)

Hari ke-133

Orang melihat orang lain berdosa,

dan api neraka membara membakarnya.

Dia menyebut itu kebanggaan neraka pertahanan agama;

dia tidak melihat kesombongan dirinya.

Jalaluddin Rumi

(I, 3347-8)

Rumi’s Daily Secrets, Renungan Harian untuk Mencapai Kebahagiaan, Bentang, Bandung, 2000.

diterjemahkan oleh H.B. Jassin

Ilmu nalar yang tak berjiwa

menyukai wajah-wajah para pelanggannya penuh semangat dalam berdebat,

tapi mati dan pergi bila tak ada pelanggan.

Pelangganku adalah Tuhan; Dia yang mengangkatku,

sebab oleh Tuhan sudah dibeli.

(II, 2436-8)

Jalaluddin Rumi

ABDURRAHMAN BIN AUF,

Oleh: Inna

Sewaktu peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah, Abdurrahman bi Auf termasuk salah seorang pengikut Rasululloh yang turut serta dalam rombongan. Sesampainya di Madinah dia tidak punya apa-apa lagi, kecuali hanya pakaian di badan saja. Begitu sampai di kota Madinah, Rasululloh beserta rombongan disambut dengan penuh rasa persaudaraan yang mendalam oleh kaum Anshar. Seketika itu juga Rasululloh langsung memperkenalkan Abdurrahman bin Auf kepada salah seorang Anshar yang bernama Sa’ad bin Ar Rabi Al Anshary seorang penduduk Madinah yang paling kaya, untuk dipersaudarakan. Sa’ad bin Rabi ini sebelumnya sudah mengenal Abdurrahman bin Auf, karena profesi keduanya sama-sama pedagang. Melihat Abdurrahman bin Auf dalam keadaan tidak punya apa-apa lagi, Sa’ad langsung dengan penuh keikhlasan menawarkan berbagai fasilitas kepada sahabat muhajirinnya itu.

Namun Abdurrahman bin Auf dengan cara yang santun dan terpuji menolak segala tawaran tersebut. Abdurrahman bin Auf mengucapkan terima kasih dan hanya minta satu, dan katanya, “Semoga Alloh memberkahi keluarga dan hartamu. Tunjukan saja di mana letak pasarnya kepadaku”. Dengan senang hati Sa’ad menunjukkan dan mengantarkan saudaranya ke lokasi pasar. Abdurrahman bin Auf mengatakan bahwa pasar ini lebih berharga baginya daripada berbagai fasilitas lainnya.

Dengan berbekal karakter mandiri, entrepreneur dan salesman yang bertangan dingin, ia mulai kembali menggeluti dan menekuni aktivitasnya sebagai pedagang yang tangguh. Dalam waktu yang tidak lama, beliau yang prosesional ini berhasil dengan gemilang meraih untung dari perniagaannya. Sepanjang menjadi saudagar kaya, dia tetap memegang aturan-aturan bisnis yang terpuji.***

Sumber: Suparman Sumahamijaya dkk,

Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan.

KONTEMPLASI

Mereka yang menyadari ikatan kebersamaannya akan terikat bersama;

Mereka yang menolak ikatan kebersamaannya, hancur redam terpisah-pisah.

(Jalaluddin Rumi)

 

Do’a adalah nyanyian hati. Do’a mencapai telinga Tuhan bahkan

Jika do’a itu ditingkahi dengan tangisan dan pertikaian ribuan manusia.

(Kahlil Gibran)

WAKE UP! HE IS A VERY, VERY SPECIAL PERSON IN YOUR LIFE: HENDY

Entah ini hanya terjadi padaku, atau tiap orang pun pernah mengalami. suatu keadaan yang sulit kutulis di sini telah kembali menyadarkanku, betapa berartinya lelaki ini. Indah sekali kini kuungkapan “saling menerima adalah bagian penting dari cinta”. Anis Matta pernah berkata, tidak perlu, dalam menjalani saling menerima ini, pada satu sama lain dari pasangan, menyukai semua hal dari pasangannya itu. Andai dapat kupinjam Firman Tuhan, bahwa keimanan itu tidak semata-mata akan dibiarkan tanpa adanya ujian, akan kukatakan pula “cinta, dengan saling menerima di dalamnya, tidak akan mengalir indah begitu saja, tanpa ada suatu ujian.

WAKE UP! term itu dapatlah kuartikan, bangunlah, sadarlah kembali, bahwa dia adalah seseorang yang begitu istimewa dalam dirimu. Sederet kebaikannya telah mengalir dalam sisi manis si kecil.

Ya. Akan kuabadikan kembali, bahwa lelaki itu selalu menjadi sumber inspirasiku. Bahkan itulah yang dulu sangat menarik perhatianku untuk menerima tulus cintanya. Memang, seolah suatu kepentingan yang tersisip di situ. Sederet sisi mulianya tidak boleh kunafikkan hanya karena sekecil sisi lemah dalam dirinya. Aku pun pasti lebih banyak bejatnya dibanding sisi baik.

Akan kuabadikan pula dalam tulisan ini, bahwa dia, yang selama ini selalu menginspirasiku terhadap kecenderungan berbuat kebaikan.

Tuhan, jangan hentikan rasa syukurku akan adanya dirinya. Engkau yang telah menganugrahkan dia di sisiku, kiranya dapat kutitipkan segenap jiwa raganya dan kumohonkan agar Engkau pelihara pula dirinya dengan apa yang selama ini Engkau Anugrahkan pada dirinya.

“JENDELA DUNIA” DALAM KEBERSAMAAN DENGAN SI KECIL

dsc06459 

Tidak heran jika seringkali kita mendengar suatu ungkapan bahwa buku adalah jendela dunia. Itu juga yang dulu menjadi salah satu pendorong saya untuk memilih peran sebagai pengajar, yaitu supaya lebih memungkinkan dekat dengan bahan bacaan.

Afif, si kecil yang saat ini berusia empat tahun mulai terbiasa berinteraksi dengan buku-buku yang kebanyakan berupa cerita. Saya menyadari, mungkin tidak banyak waktu kebersamaan saya dengannya karena aktivitas saya sehari-hari sebagai pengajar di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung, juga sedang menempuh studi S2 di tempat yang sama. Sore hari lah yang sering memungkinkan bagi kami memiliki waktu bersama. Afif biasanya senang bermain lego, sambil merangkai benda-benda yang ada dalam imajinasinya, kemudian dia beri nama mahakaryanya itu. Selain itu, puzzle pun menjadi salah satu tantangannya, sementara saya kadang sambil masak, atau membuka literatur untuk persiapan memberi kuliah dan mengerjakan tugas makalah.

Tentu saja, yang lebih menjadi pelengkap kebersamaan kami yaitu buku. Afif memiliki berbagai koleksi bukunya sendiri, walaupun kadang ketika saya sedang membaca buku sambil memegang alat tulis dia sering tertarik juga. Kadang dia tanyakan tentang buku apa yang sedang saya baca, dan dia minta alat tulis yang sama untuk dapat menandai hal-hal menarik dari buku yang dia cermati. Hal yang paling menarik adalah bagaimana kami menjelajah isi buku dengan cara saya bacakan dan ceritakan tentangnya.

Berbagi Mimpi

Afif tahu, bahwa saya sering bepergian untuk suatu aktivitas ke luar kota. Suatu saat dia berkata, “Ummi udah pergi-pergi, ke Cirebon, Yogya, Hongkong, Jakarta,… Pepep (nama kecil dia memanggil dirinya) baru ke Jakarta, Dufan aja. Pepep mau juga pergi-pergi.” Lalu saya tunjukkan dan ceritakan tempat-tempat dalam ensiklopedi yang sedang kami baca. Sambil menunjukkan gambar-gambarnya saya jawab, “Suatu saat, Afif akan lebih dari Ummi. Afif akan berkunjung ke Menara Pisa di Paris, Mesjid Sulaiman di Turki, Taj Mahal di India, Tembok Besar Cina, Candi Borobudur, bahkan Ka’bah di Makkah. Itu semua, lebih jauh dari yang pernah Ummi kunjungi. Sekarang saja Afif sudah mengunjungi Dufan dua kali, Pangandaran, dan beberapa kota yang dekat dengan Bandung. Insya Alloh, nanti Afif sebesar Ummi, sudah lebih banyak tempat-tempat yang akan didatangi, siapa tahu sambil belajar di sana.”  Alhamdulillah, dia makin tertarik untuk meminta diceritakan lebih banyak tentang tempat-tempat lainnya di berbagai benua.

pangandaran-bagus-potongDengan membaca, kami berbagi mimpi untuk pergi ke tempat-tempat di berbagai belahan dunia, bahkan  juga berbagi mimpi untuk menciptakan sesuatu, seperti roket yang dapat membawa kami mengunjungi planet lain dan menemukan benda-benda angkasa.

 

Memperkaya Komunikasi

Seperti yang mungkin dikawatirkan oleh para orang tua lain, saya dan suami sering khawatir akan pengaruh bahasa sinetron yang kerapkali mencontohkan tantrum, marah-marah, menangis, melakukan kekerasan, bahkan juga merusak sesuatu jika sedang marah. Dari bacaan yang saya jelajahi bersama si kecil, ditemukan cara bagaimana belajar untuk menyampaikan keluhan, memberi dan meminta bantuan, mengungkapkan rasa sayang, dan hal-hal yang kadang tidak terduga. Suatu ketika, saya membersihkan lantai, inginnya cepat-cepat selesai. Ternyata ada bagian yang menarik perhatiannya, yaitu mengepel. Tentu, bersentuhan dengan air adalah yang ingin Afif ikuti. Saya khilaf, dengan menolak keterlibatannya, dan Afif bilang, “Ummi mah kitu, teu mengizinkan Pepep membantu” (Ummi kok begitu, tidak mengizinkan Pepep membantu). Saat itu pun saya luluh, kemudian kami pun menjalani kebersamaan membersihkan lantai, yang diteruskan dengan menyiram tanaman.

  Di waktu yang lain, Afif meminta saya untuk menggambar sebuah hati dengan spidol merah di atas balon, sambil berkata, “Ummi, tolong gambar hati di sini, nanti Pepep mau bilang “I love U” ke Ummi.” Kepintarannya berbahasa pun terungkap jika merasa berbuat salah, “Maaf Ummi, tong (jangan) marah lagi.”

Dengan membaca banyak kalimat-kalimat yang ditemukan untuk belajar mengungkapkan apa yang kita pikirkan. Memang tidak mudah dalam penerapannya, terutama karena tantangannya didapat dari lingkungan di luar rumah yang majemuk masyarakatnya, dengan berbagai macam “bahasa” ungkapannya. Bacaanlah salah satu hal penting yang dapat menyaring keterampilan si kecil berbahasa.

 

Mengasah Budi Pekerti

Di antara bacaan yang kami temukan, terdapat nilai-nilai perilaku yang menunjukkan hal-hal baik. Dari berbagai gambar dan cerita, Afif dapat belajar memilah perilaku yang baik untuk dilakukan dan yang harus dihindari. Lagi-lagi, penerapannya tidak mudah, karena dia pun berinteraksi dengan anak-anak di sekitar rumah yang majemuk dalam mendapatkan pendidikan dari lingkungannya pula. Kadang saya dan Afif bersepakat untuk mengajak beberapa anak-anak membaca di rumah, kadang pula kami membawa bacaan ke Mushola, tempat anak-anak belajar Qur’an. Kebetulan saya pun sambil mengajar anak-anak di sana, saya ceritakan salah satu buku kepada mereka. Sepulangnya saya utarakan, “Fif, tadi lihat kan, temen-temen Afif banyak yang belum beruntung punya buku, jadi kita bisa berbagi dengan mengajak mereka membaca. Mudah-mudahan Alloh makin sayang ke Afif.” Kemudian Afif bilang, “Itu teh namanya kasihan, ummi?”.

 Apapun namanya perasaan itu, yang pasti kami belajar bahwa tidak semua anak-anak saat ini mudah mendapatkan bacaaan dan kadang kita pun mungkin tidak terus menerus berada dalam kondisi serba mudah. Ada kalanya harus menabung dulu untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

 

Menemukan Gagasan Aktivitas Bersama Lainnya

Bacaan pun memberi saya dan si kecil banyak informasi tentang aktivitas apa yang dapat kami coba lakukan. Dari buku kami mendapat informasi bagaimana membuat roket sederhana dari botol minuman plastik. Terutama untuk menggali gagasan ini, suami pun sering terlibat, yang kemudian mencari bahan dan bereksperimen membuatkan  rolet sederhana, menggukanan botol bekas minuman, lidi, dan sandal bekas untuk rodanya. Hal lainnya dilakukan seperti bermain origami, menyusun suatu replika, dan aktivitas menggunting menempel lainnya. Masih banyak eksperimen lain yang kami rencanakan, seperti membuat es krim sederhana, memantau proses metamorfosa, dan yang lainnya.

Lagi-lagi, dengan bacaanlah bersama si kecil, kami mengeksplorasi gagasan-gagasan untuk menjadi aktivitas bersama lainnya. Beberapa hal dari manfaat bacaan tadi, saya yakini hanya sebagian kecil dari sejumlah manfaat suatu “jendela dunia” yang mungkin belum saya sadari. Sesuatu yang jika dijadikan mainan tidak mudah musnah, dapat dinikmati oleh sendiri, saudara-saudara, tamu dan anak-anak yang berkunjung ke rumah, dan masyarakat sekitar. Saya yakin pula bahwa dengan “jendela dunia” ini, kebersamaan yang dapat dirasakan tidak saja dengan si kecil, tetapi juga memungkinkan memperoleh pertemanan dan kebersamaan yang lebih luas.

 

TERIMA KASIH, AIR

Dan seorang pujangga pernah bertutur,

“Bicaralah tentang Air”

Suatu saat air mengamuk karena manusia berbuat kerusakan,

katanya

 

Dan seorang berpena lainnya menyibak

Bahwa Air merespon setiap kata yang manusia sampaikan

katanya

 

Kalaulah dulu Aku pernah tak peduli

dengan untaian do’a kepada Air setiap Malam Jum’at

Kini Perkenankanlah Aku sampaikan maaf padamu

 

Kalaulah setiap siratan hati, ungkapan kata, dan gerakan tangan

yang tertoreh ke dalam batin air

akan menjelma menjadi kristal indah ataupun tak beraturan

Kini perkenankanlah pula hati dan bibirku mengucap,

Terima Kasih, Air,

 

Bandung, 2 Oktober 2006

Inna Junaenah

TENTANG RASUL

 

Duhai diri, ceritakanlah padaku tentang Rasululloh SAW

Beliau adalah seorang pribadi yang membumi

Setiap orang merasa berharga bila bersamanya

Seorang yang pandai membuat hati merasa sejuk dan damai

pribadi yang pandai membuat orang sadar tanpa merasa terpojok

bahkan Nabi Isa pun kagum

Jadikanlah beliau cermin bagi pribadimu

Duhai diri, ceritakanlah padaku tentang Rasululloh SAW

Beliau adalah seorang pemimpin yang pandai mendengar suara hati sahabat-sahabatnya

Kepandaian yang Alloh Anugerahkan

mampu menjadikannya seorang pembebas

Pembebas manusia dari kebodohan nurani

Bersamanya suatu tugas suci telah menggubah dunia

dengan menguntai  melodi yang menata masa depan

Jadikanlah beliau cermin bagi kepemimpinanmu

Duhai diri, ceritakanlah padaku tentang Rasululloh SAW

Beliau adalah seorang ayah dan guru yang pandai membimbing dan mendengar dengan hati

Seorang suami yang mendidik istrinya tanpa mengubah

sebuah tulang bengkok menjadi patah,

namun menjadikan tulang bengkok itu terlihat indah

Duhai diri, ceritakanlah padaku apakah engkau dapat bertemu dengan Rasululloh?

Entahlah, namun kiranya nikmatilah kerinduan ini

 

Bandung, 110302

Inna  Junaenah

APA YANG DICARI DENGAN SEBUAH KEMATIAN?

Oleh Inna Junaenah

 

“Ceu Tiah Maot, nginum Baygon!” (Ceu Tiah meninggal, minum Baygon, red.). Begitu hebohnya kampung itu dengan kematian seorang wanita muda usia 25 tahunan yang memiliki dua orang anak yang masih kecil itu. Bunuh diri. Suatu cara singkat untuk melupakan persoalan dan rasa putus asa. Setelah suaminya memulangkannya kepada kakak perempuan beserta kakak ipar selain hanya ibunya 3yang ia miliki, Ceu Tiah menempuh cara mati walaupun meninggalkan anak usia lima tahun dan bayi. Utang yang dia tinggalkan yang mencapai jutaan itu memang terlalu besar bagi orang yang hanya tinggal di rumah kontrakan dan suami yang bekerja tidak tetap dan penghasilan tidak mencukupi.

Kita tidak akan menghakiminya dengan imej perbuatan bunuh diri itu. Selain karena kita tidak berkompeten, juga tidak akan mempengaruhi pemikiran Ceu Tiah saat ini, bukan? Atau untuk menghidupkannya kembali, memikirkannya saja sudah terlalu rumit. Setidaknya kita cukup layak untuk memahami ada apa di balik semua ini.

Dalam surat wasiat yang ternyata sempat dia tulis, Ceu Tiah menyebutkan kepada siapa dan berapa dia berhutang. Uang yang dipinjamnya dirasakan banyak untuk keperluan anak-anaknya sebagai tambahan karena nafkah suaminya dirasakan tidak cukup. Selain itu wanita periang ini menepis tuduhan selingkuh dari suaminya.

Sementara ini terlepas dari apapun yang kita nilai dari kematian tragis ini, penduduk yang memandikannya kerepotan saat memandikannya. Muntahan yang berkali-kali keluar dari mulut Ceu Tiah setiap seusai dimandikan mengharuskan berulangkali juga dibersihkan.

Perasaan cukup atau tidak terhadap sesuatu yang kita miliki memang terletak di dalam hati, dan setiap orang mungkin memiliki standar yang berbeda. Seberapa besarkah lahan penghasilan yang menyempit bagi laki-laki di masyarakat kita? Peristiwa yang membuat dahi mengernyit dan mengenaskan hati ini sekedar salah satu bentuk persoalan masyarakat bawah. Kurang bijak rasanya jika kita menumpahkan persoalan masyarakat semacam ini hanya pada individu yang bersangkutan. Tidakkah kita rasakan bahwa variabel lain pun berpengaruh? Tetangga yang mengikat hutang dengan bunga yang sangat tinggi, suami yang berpenghasilan rendah dan kurang bisa mencukui dan mendidik istri, serta pemimpin rakyat yang kurang peduli terhadap persoalan kesejahteraan masyarakat belum dapat dilepas sebagai pemicu, selain keadaan mental dan ketahanan iman seseorang.

Dari semua hal yang berkaitan langsung ataupun tidak dengan persoalan apapun, kiranya layaklah suatu renungan kita terima: apa yang kita ingin orang bicarakan terhadap kematian kita?***

(diangkat dari sebuah kisah nyata dengan nama bukan sebenarnya)

BUTIR-BUTIR EMBUN KETUNDUKKAN

 

 

 

 

Tiada bisikan yang lebih lembut dan cepat

selain dari bisikan ALLOH

 

Sang Nabi pernah berkata:

Barang siapa yang keluar rumah untuk belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia telah berjalan fisabilillah sampai ia kembali kerumahnya…”

Lalu apakah yang masih layak menutupi cakrawala?

Dan seorang Rumi pernah berdo’a:

“Ya Alloh, Tolonglah aku menghadapi diriku sendiri…”

karena suatu usaha yang sangat berat dan sesak

untuk mengendalikan dan mengarahkan diri

 

Seseorang yang sedang belajar

Jarang dikatakan bersalah meski pernah keliru

Maka layaklah kiranya jika kita berniat belajar untuk hidup

 

Dan Gibran pun pernah berkata:

Manusia yang tidak memberontak melawan penindasan berarti sudah berbuat tidak adil terhadap dirinya sendiri”

Kiranya Alloh mengilhamkan untuk memberontak dengan cantik

Cintailah Alloh,

Maka Dia akan mengirimkan makhluk-Nya untuk mencintai kita

                                     

Tiada yang lebih mengerti kita

Selain Alloh dan diri kita sendiri

 

 

Berdo’alah seorang Hamba dalam sujudnya:

Ya Alloh, Berilah kekuatan bagi kami

untuk senantiasa bersyukur…”

 

Bandung, 17.50

Inna Junaenah

 

kadang ombak itu akan surut dan tenang setelah mengalami pasang, dan kadang buah itu terasa manis setelah merasakan tajamnya pisau….

Bandung, 20 November 2008

 

Dan seorang guru berkata, mungkin keadilan akan terasa setelah kita menerima rasa pahit

Bandung, 2008-11-29 08:46

 

Adakalanya kesulitan berhadapan dengan kita, untuk menunjukkan bahwa Tuhan begitu Pengasih dan Penyayang dengan  tidak akan membiarkan kita menjadi angkuh

2008-11-29 08:48

 

Mungkin, adalah bagian dari cinta ketika sepasang kekasih enggan melihat aura api yang nampak dari pasangannya itu.

Bandung, 2008-11-29 08:51

 

 

Waktu terasa seakan tidak brpihak kepada kita, mungkin saking betahnya di dunia? atau begitu terobsesi dengan dunia? atau mungkin kita berprasangka buruk terhadap waktu, yang tidak pernah bosan mengingatkan kita akan suatu prioritas dan keberpihakan

 

Bandung, 2008-12-14 14:31

 

Bertanggung jawab karena berbuat kesalahan memang terasa pahit, kecuali setelah kita menghadapi dan melewatinya, temukanlah kenikmatan di balik itu semua.

2008-12-14 14:33