Kuliah umum, Aula Grha Sanusi, Rabu 30 Mei 2012

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Prof. Dr. H. bagir Manan, S.H., MCL.

Naskah tidak diedit, memungkinkan terdapat kekeliruan penulisan.

 

Bahasa hukum resmi untuk perubahan UUD 1945 tidak menggunakan istilah amandemen tetapi menggunakan istilah perubahan itu sendiri “perubahan pertama, kedua, dst”. Jadi sebgai dokumen gunakan istilah perubahan bukan amandemen tapi kalau dalam diskusi boleh saja. Istilah lain misalnya impeachment dalam UUD 1945 tidak ada istilah impeachment.

Pasal 24 UUD 1945 mengatakan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.

Dalam UUD sebelum perubahan bahasa tersebut ada dalam penjelasan UUD 1945. sekarang bahasa tersebut dalam batang tubuh. Kritik: terdapat bahasa yang berlebihan – kekuasaan kehakinan tentunya bertugas menyelenggarakan peradilan. Sehingga cukup dengan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka (hanya mencantumkan hal yang esensial).

Government atau pemerintahan dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Government identik dengan kekuasaan eksekutif. Tapi sangat umum juga dalam arti luas mencakup lembaga negara. Sehingga dalam dapat dalam arti sempi (narrow sense) dan arti luas (broad sense). Dalam bahasa belanda Overhead (dalam arti luas). Kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh dari kekuasaan apa saja. Tentu pertanyaannya, apa hakikat kekuasaan yang merdeka? Free dom …

Merdeka itu harus bebas dari segala bentuk intervensi. Ketika hakim menjalankan tugasnya memeriksa, mengadili dan memutus perkara tidak boleh dicamouri. Itu arti yang sangat mendasar. Apa pengertian tidak boleh dicampuri ketika sedang memeriksa dan memutus perkara?

  1. Tidak boleh ada cara-cara menentukan bagaimana putusan harus ditentukan, misalnya lewat telepon. Atau menghalkangi hakim memutus suatu perkara. Termasuk menghalang-halangi pelaksanaan putusan hakim. akhir-akhir ini misalnya di TV sudah sekian kali disiarkan bahwa upaya melaksanakan putusan hakim di Universitas Triusakti
  2. Bahwa hkim hakim tidak boleh menerima konsekuensi apapun dari putusannya. Termasuk kalau putusannya salah. Kecuali dalam mekanisme rumah tangga mereka sendiri. Misalnya karena curiga putusan hakim kurang bagus, KY memeriksa dan memanggil hakim itu. Bahkan ada “menjadikan hkim dipecat atas putrusannya itu”. Melakukan seorang hakim harus memikul konsekuensi dari putusannya. Kecuali kalau dibuktikan bahwa dia sengaja melakukan suap. Misalnya secara procedural ada conflict of interest (asas huykum). Misalnya mengadili mertua. Dulu di Amnerika, MA raksasa, hakim john marshal 35 tahun menjadi hakim agung amerika. Ada perkara mengenai tanah di new jersey, sampai pada MA. Tapisal ah seorang pihak itu adiknya. Maka dia katakana, saya tidak dapatmengadili perkara ini. Bahkan conflict of interest, tdk hanya pada hakim, siapapun tidak boleh. Bahkan seorang lawyer pun tidak boleh menangani perkara yang menyebabkan conflict of interest.

 

 

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi putusan hakim

  1. Ancaman Opini masyarakat
  2. Ancaman pencabutan jabatan
  3. Ancaman dari cabang kekuasaan lain.

Biasanya yang paling memungkinkan adalah pengaruh dari kekuasan eksekutif. Dulu UU No. 19/1964 tentang Kekuasaann kehakiman, Pasal 19 memperbolehkan campur tangan kekuasan eksekutif. Coba cek.

Penegak keadilan hanya dapat melakukan dengan baik kalau bebas. Sebab ada kemungkinan yang diadili adalah penguasa. Banyak keluhan terhadap pengadilan, pada putusan sela PTUN atas gugatan Yusril, yang meminta melu untuk …. Gubernur.

 

Prinsip, tdak boleh intervensi terhadap putusan hakim.

 

  1. Mengapa digunakan istilah kekuasan kehakiman. Bukan kekuasan peradilan? atau kekuasan yudisial? Mengherankan, di Indonesia orang bisa tidak lulus SMA karena jatuh di bahasa Indonesia.
  2. Pasal 24 bicara: siapa yang menjalankan kekuasaan kehakiman di negeri kita. MA dan peradilan di bawahnya. Apa maknanya? Tersirat bahwa MA adalah badan peradilan. setelah perubahan UUD, kewenangan kehakiman di negeri kita tidak hanya MA, tetapi juga MK.

Ada yang tricky. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara. Kadang penyusun UUD tidak sadar betul konsekuensinya. MK adalah peradilan ketatanegaraan, persoalan ketatanegaraan. SKLN, Pemilu, Pilkada, mengandung makna peradilan ketatanegaraan. Karena itu MK tidak boleh menyentuh persoalan di luar ketatanegaraan. Misalnya perkara memutus status anak haram di luar nikah. Tentu MK mendekati dari HAM. Tapi HAM sebagai hukum bukan hanya persoalan tata negara, tapi tercakup dalam segala aspek hukum, misalnya hak milik. Tapi juga administrasi negara, hukum pidana. Anak luar kawin di Indonesia tidak wajib memakai nama keluarga.

Apa makna “peradilan di bawahnya?” tidak bermakna pengadilan tingkat banding, bukan mencampuri. Tapi pengadilan dalam menjalankan fungsi non yudisial pengadilan. Contoh kepegawaian, organisasi.

Isu terakhir:

  1. Persoalan hakim, memutus menurut hukum, tidak boleh memutus mauya sendiri. Mengapa ini ditegaskan? Salah satunya asas legaliteit.
  2. Protection of law, setiap dasarkan hukum. Setiap orang harus dilindungi beerdasarkan hukum.

 

Pengertian menurut hukum bisa hukum tertulis dan tidak tertulis. Legisme mengajarkan: menyempitkan pada hukum tertulis dan diakui oleh yang tertulis. Misalnya pasal 22 AB: hukum adat tidak diakui  sebagai hukum, kecuali diakui oleh hukum.

Hukum bersifat moment opname. Hukum selalu tertinggal dari perasaan masyarakat, sehingga tidak mewujudkan rasa keadilan. Hakim wajib legalistic, tetapi tidak boleh legistik. Kalau ada keluhan terhadap putusan hakim, menurut Prof. Bagir yang sekarang ini justru tidak legalistic, atas nama progresif. Namun itu terlalu berlebihan.

Amartya Sen mengatakan: terlalu bebas menjadi tirani. Salah menerapkan hukum, bukan berarti legalistic. Yang legal bisa juga kedodoran.

Hukum harus diterapkan, semua berhak atas nama legitimate ekspectation.

Bicara judicial review (toetsingsrech-hak uji materil), menjadikan pengadilan masuk judicial process, dan bahkan mengarah pada politicking.me ngapa ada JR? dikaitkan dengan checks and balances. Di Indonesia, dipilah, karena untuk political process. Fungsi political judicial process, itu yang … judes pactie.

MA juga dapat mengadili judicial process. JR bagian dari cara mengontrol UU. Di Indonesia kekurangannya, karena tidak mengatur review terhadap perbuatan pemerintahan kecuali beschikking.

Pertanyaan: apakah Komisi Yudisial sejajar dengan Presiden?

Jawab:

KY tidak memenuhiu syarat lembaga peradilan, hanya fungsi administrasi.

 

Tanya:

Mengapa putusan MK final dan binding? Kalau ada putusan yang salah bagaimana?

Jawab:

Kalau ada putusan yang salah, ya terima saja.